Selasa, 20 Januari 2009

uang adalah (bukan) segalanya

Simalakama


“Kalau sampai waktuku, ‘ku mau tak seorang kan merayu. Tidak juga kau.”


Air mata Kaka berlinang. Jumat (16/1) sore itu. Di luar sana, di pagar dan tribun Milanello, kelompok-kelompok suporter berkerumun dan berteriak penuh kepedihan. Mencoba menahan supaya Kaka tidak pindah ke Manchester City.
Pada sesi latihan menjelang laga lawan Fiorentina itu, Corrielo dello Sport melihat Kaka melangkah lemas dan lantas menangis di kamar ganti.
San Siro seperti mendapat firasat, kalau dimainkan, ini bakalan menjadi penampilan terakhir Kaka bagi AC Milan. Pertandingan lawan Fiorentina itu. Uang tak terkira itu. Petinggi Rossoneri yang tak bisa berkata tidak. Teman dan sahabat yang memeluknya dengan kasih. Kaka menelan simalakama seorang diri. Dan para pencinta menggelar demonstrasi terbesar di stadion untuk menggaungkan nama sang pujaan.
Kaka sudah tahu, begitu ia menginjakkan kaki di lapangan basah musim dingin, pada laga melawan La Viola, ribuan pendukung Milan bakal menumpahkan segenap isi hati mereka dalam teriakan dan sedu-sedan. Upaya terakhir yang mungkin sia-sia. Semua tahu, Kaka tahu, ia bakal pergi. Entah kini atau suatu saat nanti. Mengutip penggalan sajak Chairil Anwar: “Kalau sampai waktuku, ‘ku mau tak seorang kan merayu. Tidak juga kau. Tak perlu sedu sedan itu,”
Kaka seakan ingin menelan kesedihan ini sendiri saja. City begitu menginginkannya. AC Milan yang sejak awal bermaksud mempertahankannya, minimal hingga kontraknya selesai pada 2013, ternyata mengingkari janji kesetiaan itu.
Uang telah berbicara dengan artikulasi yang sangat jelas. Para petinggi Milan tak sanggup memalingkan muka dari tawaran sebesar 108 juta pound. Itu adalah jumlah uang yang sanggup memayungi setiap jengkal langit-langit San Siro dengan kesejukan. Menghindarkannya dari sengatan surya yang panas atau terjangan salju yang menggigilkan tubuh. Mengamankan AC Milan dari segala marabahaya.
“Saya mungkin akan menjualnya. Jika tidak, keseimbangan tim terganggu dan saya berisiko kehilangannya tanpa mendapat apa-apa,” kata Silvio Berlusconi, pemilik AC Milan yang menjabat sebagai Perdana Menteri Italia. “Saya akan memikirkan perasaan fans dan mencari pengganti Kaka. Kita lihat saja nanti.”
Kaka akan menerima 108 juta pound (Rp1,7 triliun), lainnya dalam bentuk gaji selama lima tahun dan bonus 27 juta pound untuk kesediaannya melepas kostum hitam-merah. Playmaker Brasil berusia 26 tahun ini dari dulu tidak pernah tergoda oleh uang. Ia adalah pemain sepak bola yang tidak kekurangan dari segi apa pun. Apa pun! Tetapi sekarang uang telah menempatkannya di pojokan, dan menghadapkannya pada tangan-tangan kuasa yang sulit dilawan.
Kaka tak sanggup berkelit. “I belong to Jesus” adalah kaus yang pernah dikenakannya. Ia milik Yesus. Tetapi Kaka masih merupakan manusia yang hidup di dunia. Mau tak mau, ia harus menghadapi urusan duniawi. Dan menghadapi kasus ini, ia mengalami dilema.
Menolaknya berarti meruntuhkan kesempatan AC Milan untuk membangun kerajaan baru (seperti Juventus yang pada masanya menjual Zinedine Zidane dan lantas mempergunakan uangnya untuk belanja Gigi Buffon, Pavel Nedved, dan Lilian Thuram).
Menerimanya sama saja merelakan diri tenggelam ke dalam alam Manchester City yang asing, sebuah tim yang hampir terdegradasi, di mana Ronaldinho pun pernah menolaknya. Rasa cinta dan kesetiaannya pada Milan berseru-seru, memintanya melakukan pengorbanan.
Tetapi Kaka punya ide. Dalam kelemahan posisinya, Kaka dikabarkan mengajukan syarat. Ia meminta Milan membubuhkan klausul spesial. Isinya adalah membolehkan Kaka membeli sisa kontrak pada 2010 dengan nilai 60 juta pound, kalau City gagal mewujudkan rencananya untuk berlaga di pentas Liga Champions.
Berarti, dalam dua musim ini, Kaka akan mencoba mengemban misi itu. Ia menyediakan diri sebagai martir. Bersama Robinho, koleganya asal Brasil yang sudah berada di sana. Kelak, Kaka boleh pergi ke mana suka kalau misi City tak terlaksana.
Tanpa berpikir dua kali, City menerima persyaratan Kaka. Corriere dello Sport mengklaim kesediaan klub Liga Primer itu, kemarin. Kantor-kantor berita Arab, semisal Arabian Business, malah menuliskan Kaka sudah menandatangani kontrak itu.
Tetapi, bagaimanapun, ini kabar masih simpang-siur. Senin besok, nasib Pemain Terbaik Dunia dan penerima Ballon d’Or 2007 itu mungkin baru bisa dipastikan. Tepat ketika ayah dan penasihat khusus Kaka, Bosco Leite, bertemu dengan perwakilan City di Milan.
“Pembicaraan masih berlangsung,” kata pelatih AC Milan Carlo Ancelotti dengan pasrah. “Saya berharap bisa melatihnya untuk waktu yang lebih lama. Tetapi jika ia pindah, tujuan kami tidak berubah. Pasukan kami masih bisa bersaing meskipun Rossoneri kehilangan seorang pemain besar.”
Beberapa hari kemarin, Kaka mengungkapkan keinginannya untuk hidup sampai tua di Milan. Tetapi kalau “keluarganya” di San Siro melepas tangan dan menimpakan beban ini ke pundaknya seorang, mungkin kepindahan adalah jalan terbaik. Bukan untuk Kaka, tetapi untuk AC Milan. Dan tentu saja City, yang berharap Kaka bisa jadi penggembala untuk membawa mereka pada kejayaan. (dikutip dari jurnal nasional, minggu 18/1)

Tidak ada komentar: